KehidupanEkonomi Kerajaan Buleleng Perekonomian Buleleng bertumpu pada dua bidang, yaitu perdagangan dan pertanian. Perdagangan di Buleleng sangat maju. Hal ini dipengaruhi oleh letaknya di pesisir sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dari berbagai daerah. Buleleng sendiri memiliki komoditas perdagangan berupa kuda.
kehidupanekonomi dan kehidupan sosial kerajaan buleleng dan dinasti warmadewa di bali? Iklan Jawaban 3.6 /5 207 RestiFauziah896 kehidupan ekonomi: bersektor pada pertanian, ada dalam prasasti Bulian. komoditas yangterkenal di buleleng adalah kuda.
KehidupanEkonomi Kerajaan Buleleng Selanjutnya saya akan menjelaskan tentang kehidupan ekonomi dalam sejarah kerajaan Buleleng. Masyarakat Buleleng dalam aspek ekonomi lebih mengutamakan sektor pertanian. Hal ini terlihat dari peninggalan kerajaan Buleleng seperti prasasti Bulian.
PucMb. Warma Dewa Pada saat berikutnya, kerajaan Sriwijaya berekspansi menguasai pantai utara Jawa dan Bali, mendirikan wangsa Sailendra di Jawa Tengah dan kerajaan Singhadwara di Bali. Jadi leluhur raja-raja dinasti Warmadewa diyakini berasal dari India, sehingga berdasarkan berita dari It-Sing,pada tahun 695 M, adat tradisi di semua negara tadi hampir serupa, karena mereka menganut agama dan kebudayaan yang hampir sama berasal dari India. Mengapa mereka yaitu kaum Shaka, Pallawa dan Yawana menyebar meninggalkan India? Ini disebabkan pada awal tarikh masehi kaum Kushan Mongol mendesak mereka ke India bagian selatanwilayah Tondaimandalam,sebelah barat Madeas, dimana para pewaris mereka mendirikan kerajaan Pallawa. Kemudian pada abad ke-4, Samudra Gupta335-375 menaklukkan kerajaan Pallawa, yang mana penaklukkan ini menyebabkan banyak vassal raja Pallawa pergi meninggalkan India menuju Funan , Kutai, Sumatra dan Jawa. Sejak itu, kawasan Asia Tenggara menjadi wilayah kekuasaan dinasti Warmadewa. Dinasti Warmadewa dilihat dari asal usulnya merupakan campuran dari bangsa YunaniYawana, PersiaPallawa dan Shaka. Konon , berdasarkan Sejarah Melayu karya Tun Sri Lanang tahun 1612, dinasti Warmadewa merupakan keturunan dari Raja Makedonia-Yunani, Alexander Yang AgungIskandar Zulkarnaen yang pernah menguasai India pada abad IV SM. Kemudian diceritakan, ada keturunan Beliau datang ke Sumatera dan menjadi cikal bakal dinasti Warmadewa bermula di Bukit Siguntang ,Palembang. Beliau adalah Paduka Sri Tri Bhuana yang menjadi pangkal empat jurai rajakula di Asia Tenggara, yaitu PalembangSriwijaya, Majapahit, Semenanjung Malayu dan Minangkabau8. Menarik juga untuk dicermati, kata Alexander mempunyai arti pria yang melindungi atau pria yang dilindungi, makna yang sama dengan kata Buleleng adalah nama puri yang dibangun Panji Sakti di tengah tegalan jagung gembal yang juga disebut juga buleleng. Letaknya tidak jauh dari sungai yang disebut juga tukad Buleleng. Purinya disebut Puri Buleleng. Puri yang yang lebih tua, terletak di desa Sangket yang dinamai puri Sukasada. Ki Gusti Panji sakti diperkirakan wafat tahun 1699 dengan meninggalkan banyak keturunan. Namun sayang putra-putra Ki Gusti Panji Sakti mempunyai pikiran yang berbeda satu sama lain sehingga kerajaan Buleleng menjadi lemah. Kerajaan Buleleng terpecah belah. Akhirnya dikuasai kerajaan Mengwi, termasuk Blambangan. Lepas dari genggaman Mengwi kemudian tahun 1783 jatuh ke tangan kerajaan Karangasem. Sejak itu terjadi beberapa kali pergantian raja asal Karangasem. Salah seorang raja asal Karangasem yaitu I Gusti Gde Karang bertakhta sebagai raja Buleleng tahun 1806-1818. Sebagai raja Buleleng beliau juga menguasai kerajaan Karangasem dan Jembrana. Beliau dikenal berwatak keras dan curiga kepada bangsa asing. Memang pada jaman itu bangsa asing seperti Belanda dan Inggris ingin menguasai Bali melalui Buleleng dan Jembrana.
1. Kehidupan Politik Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menaklukkan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di wilayah Buleleng. Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu Marakatapangkaja. Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebeneran hukum karena ia selalu melindungi rakyatanya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi Tampaksiring. Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Anak Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan. Dalam menjalankan pemerinahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat yang disebut pakirankiran i jro makabehan. Badan ini terdiri atas senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama. 2. Kehidupan Sosial Budaya Para ahli memperkirakan keadaan masyarakat Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa tidak begitu jauh berbeda dengan masyarakat pada saat ini. Pada masa pemerintahan Udayana, masyarakat hidup berkelompok dalam suatu daerah yang disebut wanua. Sebagaian besar penduduk yang tinggal di wanua bermata pencaharian sebagai petani. Sebyah wanua dipimpin seorang tetua yang dianggap pandai dan mampu mengayomi masyarakat. Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar kasta jaba. Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut masyarakat Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan bagi anak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal sebagai berikut. 1 Anak pertama dinamakan wayan. Kata wayan berasal dari wayahan yang berarti tua. 2 Anak kedua dinamakan made. Kata made berasal dari madya yang berarti tengah. 3 Anak ketiga dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal dari nom yang berarti muda. 4 Anak keempat dinamakan ketut. Kata ketut berasal dari tut yang berarti belakang. Selama pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan dengan adil. Masyarakat diberi kebebasan berbicara. Jika masyarakat ingin menyampaikan pendapat, mereka didampingi pejabat desa untuk menghadap langsung kepada raja. Kebebasan tersebut membuktikan Raja Anak Wungsu sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Jiwa seperti inilah yang saharusnya dilakukan pemimpin pada saat itu. Jika Anda menjadi seorang pemimpin, Anda harus mendegar dan merespons segala keluhan rakyat. Masyarakat Buleleng sudah mengembangkan berbagai kegiatan kesenian. Kesenian berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja Udayana. Pada masa ini kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Dalam seni keraton dikenal penyanyi istana yang disebut pagending sang ratu. Selain penyanyi dikenal pula kesenian patapukan topeng, pamukul gamelan, banwal gadelan, dan pinus lawak. Adapun jenis kesenian yang berkembang di kalangan rakyat antara lain awayang ambaran wayang keliling, anuling peniup suling, atapukan permainan topeng, parpadaha permainan genderang, dan abonjing permainan angklung. 3. Kehidupan Ekonomi Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan sisitem bercocok tanam seperti sawah, parlak sawah kering, gaga ladang, kebwan kebun, mmal ladang di pegunungan, dan kasuwakan pengairan sawah. Pada masa pemerintahan Marakatapangkaja kegiatan pertanian berkembang pesat. Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan penemuan urut ā urutan menanam padi, yaitu mbabaki pembukaan tanah, mluku membajak, tanem menanam padi, matun menyiangi, ani-ani menuai padi, dan nutu menumbuk padi. Dari keterangan tersebut sangat jelas bahwa pada masa pemerintahan Marakatapangkaja penggarapan tanah sudah maju dan tidak jauh berbeda dengan pengolahan tanah pada masa ini. Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal dari Buleleng aalah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saai itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang besar sehingga memerlukan kapal besar pula untuk mengangkutnya. 4. Kehidupan Agama Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Akan tetapi, tardisi megalitik msih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa 975-983 pengaruh Buddha mulai berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan. Agama Hindu dan Buddha mulai medapatkan peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat sebagai salah satu penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja dianggap penjelmaan inkarnasi dewa. Dalam prasasti Pohon Asem dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari Wisnu. Bukti ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng merupakan penganut waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama Hindu dan Buddha, di Buleleng berkembang sekte-sekte kecil yang menyembah dewa-dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya penyembah Dewa Gana dan Sora penyembah dewa Matahari.
- Kerajaan Buleleng adalah salah satu kerajaan bercorak Hindu di Bali yang letaknya berada di Singaraja. Kerajaan ini berdiri pada sekitar pertengahan abad ke-17, setelah seluruh wilayah Bali utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit, berhasil disatukan. Pendiri Kerajaan Buleleng adalah I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa hampir dua abad berkuasa, masa pemerintahan kerajaan ini berakhir pada abad ke-19 karena jatuh ke tangan Belanda. Sejarah Kerajaan Buleleng I Gusti Anglurah Panji Sakti adalah putra penguasa Kerajaan Gelgel dari istri seorang selir. Karena dikhawatirkan akan menggeser posisi pewaris takhta, Panji Sakti diasingkan ke kampung halaman ibunya di Den Bukit, Bali daerah itu, Panji Sakti berhasil menyatukan wilayah-wilayah di sekitarnya dan akhirnya dinobatkan menjadi raja pada 1660 dan kerajaannya dikenal dengan nama Kerajaan Buleleng. Pada awal didirikan, Kerajaan Buleleng mampu berkembang pesat dan bahkan mencapai masa kejayaan. Baca juga Daftar Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia Masa kejayaan Kerajaan Buleleng I Gusti Anglurah Panji Sakti tidak hanya menjadi pendiri dan raja pertama yang berkuasa, tetapi juga berhasil membawa Kerajaan Buleleng menikmati masa kejayaan. Pada masa pemerintahannya, kekuasaannya meluas sampai ke Blambangan di ujung Jawa Timur.
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17. Menurut berita Cina di sebelah timur Kerajaan Kalingga ada daerah Po-li atau Dwa-pa-tan yang dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di Dwa-pa-tan sama dengan kebiasaan orang-orang Kaling. Misalnya, penduduk biasa menulisi daun lontar. Bila ada orang meninggal, mayatnya dihiasi dengan emas dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum. Kemudian mayat itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah sejarah Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit. Pada waktu di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya Kerajaan Gelgel, Klungkung, dan Buleleng yang didirikan oleh I Gusti Ngurak Panji Sakti, dan selanjutnya muncul kerajaan yang Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa Blambangan. Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem melemah, terjadi beberapa kali pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun tahun 1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih/Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Kerajaan BulelengKerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara. Kerajaan ini didirikan sekitar pertengahan abad ke-17. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan panji sakti dengan cara menyatukan seluruh wilayah-wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Berdirinya Kerajaan BulelengI Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gede Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Ni Luh Pasek berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji. I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa Blambangan. Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling BulelengKerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem melemah, terjadi beberapa kali pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849. Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial dari sosok Ki BarakKisah dari hasil hubungan gelap antara Dalem Sagening Raja Gelgel= I Gusti Ngurah Jelantik dengan pembantu istana yang bernama Ni Luh Pasek. Bayi tersebut lahir tahun 1599 M kemudian dinamakan Ki Barak karena ketika lahir seluruh tubuhnya berwarna merah darah keajaiban fisik serta kekuatan magis terpancar dari anak itu dalam pertumbuhan selanjutnya. Untuk menutupi aibnya, anak tersebut diserahkan kepada I Gusti Jelantik Bogol sebagai anak angkat, kemudia Ki Barak di kasih nama āGusti Gede Kepasekanā. Dalem Sagening khawatir bila keperkasaan Gusti Gede Kepasekan dapat menyaingi putra mahkota I Dewa Dimade. Maka tahun 1611 Gusti Gede Kepasekan umur 12 tahun di buang ke Den Bukit bersama ibunya Ni Luh Pasek. 5 tahun kemudian tepatnya tahun 1616 tepat usia 17 tahun Ki Barak berhasil membunuh penguasa Den Bukit Pungakan Gendis. Sejak saat itu, ia dinobatkan menjadi Raja dengan Gelar āI Gusti Anglurah Panji Saktiā. Wilayah kerajaan pada saat dia menjadi raja wilayahnya membentang dari Gilimanuk sampai ke menguwi di selatan dan blambangan Jawa kerajaan tersebut terkenal dengan nama āBULELENGāRaja-Raja BulelengWangsa Panji SaktiGusti Anglurah Panji SaktiGusti Panji Gede DanudarastraGusti Alit PanjiGusti Ngurah PanjiGusti Ngurah JelantikGusti Made SingarajaWangsa KarangasemAnak Agung RaiGusti Gede KarangGusti Gede Ngurah PahangGusti Made Oka SoriGusti Ngurah Made KarangasemWangsa Panji SaktiGusti Made RahiGusti Ketut JelantikAnak Agung Putu JelantikAnak Agung Nyoman Panji JelantikAnak Agung Ngurah Ketut JelantikKehidupan Ekonomi Kerajaan BulelengMayoritas penduduk bali di kerajaan Buleleng, hidup dari penghasilan sektor agraris seperti pertanian, peternakan, perikanan dan mengumpulkan hasil hutan. Sebagian kecil melakukan perdagangan, seperti pengepul hasil bumi terutama beras untuk di jual kepada saudagar-saudagar Cina. Seperti asem, bawang, kemiri, kapasKeruntuhan Kerajaan BulelengWafatnya I gusti Anglurah panji tahun 1704Pemerintahan yang berganti-gantiKonflik dengan pemerintah kolonial belandaRuntuhnya benteng Jagaraga akibat serangan belandaWANGSA WARMADEWA DI BALIWangsa dinasti Warmadewa adalah keluarga bangsawan yang pernah berkuasa di Pulau BaliPendiri dinasti ini adalah Sri Kesari WarmadewaMenurut riwayat lisan turun-temurun, yang berkuasa sejak abad ke-10. Namanya disebut-sebut dalam Prasasti Blanjong di Sanur dan menjadikannya sebagai raja Bali pertama yang disebut dalam catatan tertulisMenurut prasasti ini, Sri Kesari adalah penganut Budha Mahayana yang ditugaskan dari Jawa untuk memerintah BaliDinasti inilah yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa Kerajaan Medang periode Jawa Timur pada abad ke-10 hingga ke-11Raja-raja anggota wangsa WarmadewaBerikut adalah raja-raja yang dianggap termasuk dalam wangsa Kesari Warmadewa 914 MSang Ratu Ugrasena 915 M- 942 MSri Tabanendra Warmadewa 943 M - 961 MCandra-bhaya-singha-Warmadewa 962 M - 975 MJanasadu Warmadewa 975 M -988 MUdayana Warmadewa 989 M - 990 MDharmawangsa Warmadewa 991-1049, penguasa Kerajaan KahuripanAirlangga memerintah di medangAnak Wungsu 1049Peninggalan Sejaraha. Prasasti BlanjongPrasasti Blanjong dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 835 Ƨaka 913 M. Prasasti Blanjong ditemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di daerah Sanur, Denpasar, Bali. Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf; yaitu huruf Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan menggunakan bahasa Prasasti Penempahan dan MalatgedePrasasti Panempahan di Tampaksiring dan Prasasti Malatgede yang ditulis pada bagian paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari Pura Tirta EmpulPura tersebut terletak di daerah Tampaksiring Bali dibangun pada tahun 967 M oleh raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Pura ini, digunakan beliau untuk melakukan hidup sederhana, lepas dari keterikatan dunia materi. Penamaan Pura Tirta Empul diambil dari nama mata air yang terdapat didalam pura ini yang bernama Tirta Empul. Tirta Empul artinya air yang menyembur keluar dari tanah. Air Tirta Empul mengalir ke sungai Pura Penegil DharmaPura Penegil Dharma didirikan dimulai pada 915 M. Keberadaan pura ini berkaitan dengan sejarah panjang Ugrasena, salah seorang anggota keluarga Raja Mataram I dan kedatangan Maha Rsi Markandeya di Dinasti WarmadewaKerajaan ini kurang memiliki banyak informasi tentang kemundurannya, namun diperkirakan kemunduran kerajaan ini dikarenakan munculnya kerajaan baru. Kerajaan Buleleng diperkirakan merupakan salah satu kerajaan yang menggantikan Kerajaan Dinasti Warmadewa. Kerajaan Buleleng sendiri berakhir seiring waktu pada tahun 1950 walaupun sempat di rusak oleh VOC.
Kerajaan Buleleng ā Mengenal sejarah Kerajaan Buleleng yang merupakan kerajaan yang berada di pusat Pulau Bali dan didirikan pada pertengahan abad ke-17 dibawah kepemimpinan I Gusti Ngurah Panji Sakti, beliau merupakan salah satu anggota dari Wangsa Kepakisan. Kerajaan ini merupakan kerajaan yang bercorak Hindu. Lalu bagaimana sejarah dari masa kejayaan hingga runtuhnya kerajaan, cerita tentang kehidupan serta silsilah raja dan peninggalannya? Simak penjelasan berikut ini! Sejarah Kerajaan Buleleng Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan yang dibagun pada pertengahan abad ke-17 dibawah kepemimpinan I Gusti Anglurah Panji. Kerajaan tersebut pada awalnya sudah berlambang dengan pesat. Hal ini juga dipengaruhi oleh Banda dagang yang selalu ramai karena memang letak wilayahnya dekat dengan pantai. Sehingga disini Buleleng merupakan penyalur pasokan hasil bumi dari para saudagar Bali ke daerah-daerah lain. Sejarah Kerajaan Bulengleng memiliki wilayah yang bertambah luas hal ini dikarenakan mereka berhasil menaklukan wilayah Blambangan atau Banyuwangi dan juga Pasuruan. Tetapi pada tahun 1704 I Gusti Ngurah Panji Sakti telah wafat, sehingga mengakibatkan kerajaan lemah pada saat itu. Sehingga pada tahun 1732 Kerajaan Mengwi berhasil menaklukkan kerajaan Buleleng. Tetapi pada tahun 1752 kerajaan Buleleng Bangkit kembali, sehingga menjadi wilayah yang merdeka. Pada tahun 1780 tepatnya pada saat Kerajaan berada di bawah kepemimpinan I Gusti Ngurah Jelantik 1757-1780 kerajaan Buleleng harus kalah kembali, hal ini dikarenakan I Gusti Pahang Canang yang merupakan pemimpin dari Wangsa Karangasem berhasil merebut wilayah Buleleng. Tetapi hal ini tidak berdampak buruk, karena pada saat Buleleng berada di bawah kepemimpinannya, keluarga Istana diberi posisi yang penting, yakni salah satunya adalah I Gusti Ketut Jelantik, pangeran Buleleng putra dari I Gusti Ngurah Jelantik. Gusti Ketut Jelantuk ditunjuk sebagai Patih atau panglima perang pada masa kepemimpinan I Gusti Made Karangasem 1825-1849 ketika memimpin Wangsa Karangasem. Pada tahun 1846, 1848 dan juga 1849 Buleleng kembali mendapatkan serangan dari Belanda. Pada saat itu perang berada dibawah kepemimpinan I Gusti Ketut Jelantik. Tetapi akibat peperangan tersebut, I Gusti Ketut Jelantik gugur dan perang berakhir pada tahun 1849 yang harus berakhir wilayah Bali pada bagian Utara termasuk Karangasem dan Buleleng harus dikuasai oleh Belanda Masa Kejayaan Kerajaan Buleleng Masa Kejayaan Kerajaan Kerajaan Buleleng mencapai masa kejayaan dibawah kepemimpinan raja yang pertama yakni Raja I Gusti Ngkurah Panji Sakti. Beliau berhasil menyatukan seluruh wilayah Bali Utara dan juga berhasil menaklukkan wilayah lain yang berada di Jawa Timur. Wilayah tersebut yakni Banyuwangi dan juga Pasuruan. Runtuhnya Kerajaan Buleleng Runtuhnya Kerajaan Setelah masa kejayaan, Buleleng juga mengalami masa kemunduran. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor antara lain sebagai berikut Belanda yang mengajukan surat kepada raja Buleleng untuk menghancurkan bentengnya sendiri dengan catatan tidak boleh mendirikannya lagi. Raja Buleleng harus bersedia mengganti kerugian perang yakni 3/4 dari biaya yang sudah dikeluarkan oleh Belanda. Raja Karangasem juga harus menggantikan kerugian sebesar 1/4 dari biaya pihak Belanda. Kehidupan Kerajaan Buleleng Kehidupan yang ada pada masyarakat Kerajaan Buleleng dibagi menjadi 4 aspek yakni, Aspek Politik, Aspek Ekonomi, Aspek Agama dan Sosial Budaya. Berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing aspek yang ada! Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng Kehidupan Politik Kerajaan Kerajaan Buleleng pada tahun 989 hingga tahun 1011 dibawah perintah dari Udayana Warmadewa, Udayana sendiri memiliki 3 putra yang terdiri dari Airlangga, Marakatapangkaja, dan juga Anak Wungsu. Dalam prasasti yang terdapat di pura batu Mandeg disitu dituliskan bahwa Raja Udayana telah menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana yang berada di Jawa Timur. Hubungan tersebut terjadi dikarenakan permaisuri dari raja Udayana yakni Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan dari Mpu Sindok. Kemudian kedudukan dari raja Udayana sendiri digantikan oleh putranya yakni Marakatapangkaja. Masyarakat Buleleng telah menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber dari kebenaran hukum, karena beliau selalu melindungi rakyatnya dan juga membangun beberapa tempat peribadatan yang memang dikhususkan untuk rakyat. Pemerintahan Marakatapangkaja telah berakhir dan kemudian digantikan oleh adiknya yakni Anak Wungsu. Beliau merupakan raja terbesar yang berasal dari Dinasti Warmadewa. Beliau juga berhasil menjaga kestabilan dadi kerajaan dengan mencegah berbagai gangguan, baik itu gangguan yang berasal dari luar atau dalam kerajaan. Dalam masa pemerintahan sendiri, raja Buleleng dibantu oleh Badan penasihat pusat atau biasanya disebut dengan Pakitankiran I Jro Makabehan. Badan tersebut terdiri dengan beberapa bagian yakni Senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan tersebut bertanggungjawab atas berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat, sementara untuk Senapati bertugas pada bidang kehakiman dan juga pemerintahan, dan yang terakhir yakni pendeta yang bertugas untuk bertanggung jawab tentang permasalahan sosial dan juga yang berhubungan dengan agama. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng Kehidupan Ekonomi Kerajaan Pada aspek ekonomi sendiri, masyarakat Buleleng memiliki mata pencaharian yakni pada sektor pertanian. Untuk cerita dari kehidupan masyarakat Buleleng dari segi ekonomi, bisa kita lihat pada prasasti Bulian. Prasasti tersebut terdapat beberapa tulisan berupa istilah gang masih berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah, parlak sawah kering, Gaga ladang, kebawah kebun, mmal ladang di pegunungan dan ada juga kasukawan pengairan sawah. Pada masa kepemimpinan Marakatapangkaja kegiatan ekonomi yang berupa pertanian berkembang secara pesat. Perkembangan tersebut berhasil karena pada saat itu masyarakat berhasil menemukan urut-urutan menanam padi. Sehingga bisa dibilang untuk pengelolaan tanah pada saat pemerintahan waktu itu sudah sangat maju. Bukan hanya itu, perdagangan antara pulau yang berada di Buleleng juga sudah cukup berkembang. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya saudara yang datang dan melakukan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Untuk komoditas dagang yang terkenal di Buleleng adalah kuda. Pada prasasti lutungan diceritakan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan 30 ekor kuda dengan saudagar yang berasal dari pulau Lombok. Hal itu bisa dijadikan bukti bahwa pada saat itu perdagangan sudah sangat maju. Kehidupan Agama Kerajaan Buleleng Kehidupan Agama Kerajaan Masyarakat Buleleng sendiri mayoritas menganut agama Hindu Syiwa. Tetapi tradisi Megalitik masih tetap ada dalam masyarakat Buleleng. Hal ini bisa dilihat dari penemuan beberapa bangunan pemuja yang berupa Punden berundak di sekitar pura Hindu. Pada tahun 975-983 yakni dibawah kepemimpinan Janasadhu Warmadewa pengaruh Buddha mulai berkembang. Sehingga agama Buddha juga berkembang di beberapa tempat yakni, Pejeng, Besuki, dan juga Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha tersebut dapat dilihat dengan adanya penemuan unsur-unsur Budha seperti arca Buddha yang berada di gua Gajah dan Stupa dipura Pegulingan. Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Buleleng Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Kehidupan Sosial Kerajaan Buleleng sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan masyarakat saat ini, dimana pada saat itu masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu daerah yang biasanya disebut dengan Wanua. Wanua merupakan tempat tingga dari sebagian penduduk yang bermata pencaharian sebagai seorang petani. Pada saat dibawah kepemimpinan Anak Wungsu, akhirnya masyarakat dibagi menjadi dua kelompok yakni, golongan catur warna dan juga golongan luar kasta Jaba. Penggolongan tersebut didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut oleh masyarakat Bali. Masyarakat Buleleng juga mengembangkan berbagai kegiatan kesenian. Kegiatan tersebut berpusat pada masa pemerintahan Raja Udayana dan dapat berkembang secara pesat. Kesenian sendiri dibedakan menjadi 2, yakni meliputi Seni Keraton dan juga ada Seni Rakyat. Seni Keraton merupakan penyanyi istana atau biasanya disebut gending sang ratu, ada juga kesenian patapukan topeng, pemuku gamelan, banwal gadelan, dan juga pinus lawak. Sedangkan untuk seni rakyat meliputi wayang ambaran wayang keliling, anuling peniup seruling, atapulan permainan topeng parpadagam permainan genderang dan ada juga abonjing permainan angklung. Raja Kerajaan buleleng Siapa raja Kerajaan Buleleng? Kerajaan Buleleng juga dipimpin oleh beberapa raja. Berikut ini merupakan silsilah raja dari Kerajaan Buleleng, dari mulai raja pertama hingga akhir! Silsilah Kerajaan Buleleng 882 M hingga 914 M Sri Kendari Warmadewa 915 M hingga 942 M Sri Ugrasena 943 M hingga 961 M Sri Tabanendra Warmadewa 961 M hingga 975 M Sri Candrabhaya Singha Warmadewa 975 M hingga 983 M Sri Janasadhu Warmadewa 983 M hingga 989 M Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi 989 M hingga 1011 M Sri Udayana Warmadewa ā Gunapraya Dharmapatni Sri Udayana Warmadewa, menurunkan tiga putra Airlangga Marakata Anak Wungsu 1011 M hingga 1022 M Sri Adnyadewi/Dharmawangsa Wardhana 1022 M hingga 1025M Sri Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja 1049 M hingga 1077 M Anak Wungsu 1079 M hingga 1088 M Sri Walaprabu 1088 M hingga 1098 M Sri Sakalendukirana 1115 M hingga 1119 M Sri Suradhipa Peninggalan Kerajaan Buleleng Kerajaan Buleleng juga meninggalkan peninggalan-peninggalan yang bersejarah. Peninggalan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut. Peninggalan Kerajaan Perempatan agung Catus Patha Perempatan ini berada di Jalan Mayor, Metra Veteran, dan Gajah Mada kota Singaraja. Perempatan tersebut memiliki konsep dengan penataan ruang tradisional khas Buleleng. Masjid Kuno Keramat Masjid ini berada di tepi Sungai Buleleng. Masjid tersebut diduga sebagai peninggalan Buleleng pada saat masuknya pengaruh agama Islam Masjid Agung Jamiā Masjid ini menunjukan bentuk dari simbol saling bertoleransi dalam beragama. Kampung Bugis Disini kita bisa melihat catatan sejarah dari perjalanan suku Bugis, dimana yang pada saat itu bergabung dengan angkatan laut kerajaan dan banyak juga yang menetap di Singaraja. Kantor Bupati Buleleng Gedung ini sebenarnya dibangun pada saat Belanda sudah menguasai wilayah Buleleng. Sehingga pada saat Indonesia merdeka, fungsi tersebut diubah menjadi gedung veteran dan perguruan tinggi Eks Pelabuhan Buleleng Pelabuhan ini sebagai sebuah bukti bahwa kerajaan Buleleng pernah berperan sebagai pusat perdagangan yang cukup maju Penutup Demikian penjelasan tentang Kerajaan Buleleng, pembahasan yang dimulai dari sejarah, masa kejayaan dan masa runtuhnya kerajaan, cerita tentang kehidupan masyarakat yang ada pada saat itu, silsilah raja dan juga peninggalan dari kerajaan Buleleng. Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan bisa menambahkan wawasan buat kalian semua terutama pada bidang sejarah, karena sejarah bukan untuk dilupakan, tapi sejarah untuk dijaga dan dirawat! Kerajaan BulelengSumber Refrensi
kehidupan ekonomi kerajaan buleleng